Oleh: Purwosari, Mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam & Anggota UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon
Apa yang terlintas dalam benakmu, saat mendengar kata benchmarking? Bagi saya sendiri, kata ini terdengar asing dan cukup membuat penasaran. Seperti apa kegiatannya, dan hal apa saja yang harus diperhatikan dalam melaksanakannya. Kata benchmarking bagi saya yang baru mengenal dunia perkuliahan, terdengar sedikit wow. Itulah sebabnya dari awal kegiatan saya mulai sedikit antusias bahkan jauh-jauh hari sebelum kegiatan dimulai.
Dalam perjalanan yang memakan waktu 2 hari 3 malam, kami menjelajahi berbagai tempat, di antaranya IIQ An-Nur Yogyakarta, LPTQ Iqro’ Yogyakarta, Hotel Salahdua, Parangtritis, ziarah di Pesantren Sunan Pandanaran, Masjid Jogokariyan, Malioboro dan kami juga sempat berhenti di pusat oleh-oleh Yogyakarta yakni di Bakpia 25.
Apakah benchmarking sekadar jalan-jalan?
Setelah berkeliling ke dunia internet, saya baru tahu ternyata benchmarking ini salah satu istilah lain dari studi banding yang berguna bagi para mahasiswa untuk memperoleh ilmu baru. Jadi, perjalanan kami kali ini bukan untuk jalan-jalan semata. Karena, terdapat misi di dalamnya.
Meski begitu, dalam perjalanan yang terbilang cukup singkat ini, memberikan kesan yang memiliki arti tersendiri terkhususnya bagi diri saya pribadi. Karena perjalanan ini memberi saya banyak pengalaman tentang berbagai hal baru. Berbagai pengalaman terutama dalam hal pendidikan, di mana pengalaman seperti ini belum pernah saya dapatkan sebelumnya di bangku SMP ataupun SMA.
Dari sekian banyak destinasi yang kita kunjungi memiliki kesan tersendiri. Tetapi, ada satu tempat yang benar-benar membuat diri saya termotivasi. Tempat itu adalah Masjid Jogokariyan. Selama ini dari yang saya tahu, banyak masyarakat yang berlomba-lomba untuk membangun masjid, mereka lebih peduli untuk memperbagus bangunannya tapi sedikit sekali yang berfikir untuk bisa menghidupkan masjid. Masjid Jogokariyan inilah yang mengubah pandangan saya bahwa setiap masjid harus menjadi tempat dan wadah yang bermanfaat untuk umat, seperti yang pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw dan para sahabat.
Masjid Jogokariyan yang berlokasi di jalan Jogokariyan No. 36, Mantrijeron, Yogyakarta, menyadarkan saya bahwa masjid bukan sekadar tempat untuk sholat. Masjid Jogokariyan inilah masjid yang pertama kali saya singgahi dengan manajemen yang terstruktur dengan rapi. Setiap kegiatan dan program yang diadakannya tidak lain dan tidak bukan ialah untuk membantu banyak masyarakat, terutama di lingkungan sekitar Masjid Jogokariyan dan sekitarnya.
Sebagai seorang mahasiswa memang kita dituntut untuk dapat melakukan pengabdian di masyarakat. Pengabdian itu yang akan menjadi misi terakhir setelah melewati berbagai rangkaian pendidikan dan penelitian. Dari perjalanan ini, saya semakin tersadar arti penting dari sebuah pengabdian. Ini mengingatkan saya tentang hadist yang sekaligus menjadi motto hidup saya sendiri, khoirunnas anfa’uhum linnas (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk manusia lain).
Dari perjalanan ini saya sadar bahwa menjadi seorang mahasiswa bukan hanya sebatas mendapat gelar dan meraih cita-cita, tapi tugas utama setelahnya adalah bagaimana saya dapat mengabdi pada masyarakat. Untuk apa mendapat gelar tinggi dan menjadi berprestasi kalau ilmu yang selama ini dipelajari tidak mampu untuk diamalkan.
Recent Comments