Oleh Khoeridinia*)
Salam semuanya. Apa kabar?
Semoga senantiasa sehat, dan bisa menjalani ibadah Ramadan dengan baik.
Jumpa lagi dengan saya, di diskusi D’Lion, Diskusi Literasi Online.
Saat ini, umat muslim tengah bersukacita menyambut satu bulan yang penuh pengampunan, barakah, bulan diturunkannya al-Qur’an. Apalagi kalau bukan bulan Ramadan. Tentunya sebagai umat muslim bulan ini memiliki kekhususan tersendiri. Pada bulan ini, nilai ibadah kita akan dilipatgandakan, baik ibadah wajib, maupun yang sunnah.
Sukacita ini ternyata tak hanya dialami oleh saudara muslim saja. Saudara kita yang berbeda agama pun merasakan euforia Ramadan.
Jika kita menilik media saat ini, misalnya Tiktok, tengah ramai konten dengan tema serupa yaitu “War takjil”.
Peperangan umat Islam pada bulan Ramadan kini terjadi lagi setelah pada zaman Nabi terjadi perang Badar yaitu pada 17 Ramdan 2 H. Namun, perang kali ini dalam konteks sukacita, di mana umat muslim dan umat beragama lainnya sedang menjalin keindahan Ramadan dalam sebuah konten hiburan dengan isi seolah mereka berlomba-lomba mendapatkan takjil terlebih dahulu.
Narasinya ialah mereka umat beragama lainnya bersemangat ikut berburu takjil. Bahkan diceritakan, mereka berangkat lebih awal mencari takjil pada jam-jam umat Islam sedang dalam kondisi lemas-lemasnya, yaitu sekitar habis Asar.
Saat itu umat muslim sedang mager-magernya keluar rumah, karena masih panas, menahan lapar dan dahaga.
Sehingga gurauan bertebaran terkait umat beragama lainnya dinyatakan menang kali ini dari umat muslim karena mereka yang lebih duluan membeli takjil saat umat Islam tengah lengah-lengahnya menahan lapar dan dahaga.
Hal ini pun disambut dengan sukacita dari masing-masing pihak, saling melempar konten-konten indah bertajuk keakraban antar umat beragama, melihat bagaimana saudara kita yang bukan seiman ikut serta bersukacita dalam menyambut bulan Ramadan, bahkan ikut berbagi takjil dan hal-hal lainnya yang hanya dapat dinikmati saat Ramadan.
Tentunya ini memberikan angin sejuk untuk melimpahruahkan konten toleransi beragama.
Dengan fenomena itu, maka dapat disimpulkan bahwa hal ini merupakan suatu bentuk implementasi Islam yang rahmatan lil’alamin (rahmat bagi semesta alam) terbukti dengan umat beragama lainnya ikut senang dan bahagia menyambut bulan Ramadan ini.
Suatu kabar gembira bukan? jika umat beragama lainnya ikut meriah menyambut Ramadan sama seperti kita.
Tentunya hal ini harus tetap dijaga bahkan setelah Ramadan ini berlalu. Mari kita implementasikan IsIam rahmatan lil’alamin tidak hanya pada bulan Ramadan saja.
Mengapa? Karena, selain harus menyayangi umat intra agama kita juga harus menyayangi umat antar agama. Sebab mereka bukan hanya saudara sesama manusia saja, tapi mereka juga saudara kita sebangsa dan setanah air.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amiin.
Cirebon, 17 Ramadan 1445 H/27 Maret 2024 M
*) Mahasiswi Prodi Hukum Keluarga, Pengurus UKM Sahabat Literasi IAI Cirebon
Recent Comments